Wednesday, December 30, 2015

Sigur Ros - ( ) (2002)



Genre : Post-rock, ambient
Label  : FatCat

Siapa yang nggak kenal dengan band asal Islandia ini? Saya yakin kebanyakan akan jawab (nggak) kenal, terutama di Indonesia tercinta ini. Well, buat yang belum tau kalau di bumi ini ternyata ada band yang namanya kayak tepung beras rose brand, okelah saya kasih sedikit introduksi. Sigur Rose brand, atau lebih tepat ditulis Sigur Rós adalah band asal Islandia yang didirikan tahun 1994, band ini mengusung aliran Post-rock sebagai aliran utamanya. Pasti ada yang tanya lagi, apaan tuh post-rock? Musik rocknya tukang pos? Tukang pos yang pake rok? atau *insert any question here*?

Definisi secara teknis, post-rock adalah subgenre dari musik rock dimana performernya memainkan instrumen2 standar musik rock, tapi dipakai tidak secara semestinya (alias zhalim). Lho kok zhalim? Iyalah masak gitar elektrik bukan dipake buat ajang pamer riff macem Slash-nya Guns n' Roses. Masak band rock main drumnya kayak orang nggak makan seminggu. Masak band rock vokalisnya gak jelas nyanyiin apa. Yap itulah post-rock, jadi tujuan utama gitar di aliran ini bukan buat ngasih melodi/riff dan rhythm dalam lagu, tapi lebih berfungsi memberi timbre (warna nada) dan tekstur nada, ditambah keyboard/synthesizer atau string untuk membuat timbre dan tekstur lebih intens. Jadi kalo dengar musik ini jangan harap dengar melodi yang ear catching, atau steady rhythm yang bikin kepala sampai kaki bergoyang, yang didapat telinga adalah bunyi-bunyi hipnotik dengan ritme yang lambat dengan motif musikal yang berulang-ulang, doesn't sounds interesting?
  
Oke kembali ke topik, saya akan membahas album mereka yang judulnya aja nggak bisa disebut "( )". Jadi daripada boros nyebut judulnya "Tanda Kurung Buka Spasi Kurung Tutup" let's simply call it "Untitled", (kok kayak Maliq ya?). "( )" adalah album ketiga Sigur Rós, ini adalah album kedua mereka setelah Agnes go international karena dirilis lewat record label asal Inggris FatCat (kucing gendut) pada tahun 2002 dan juga diproduseri oleh seorang Inggris bernama Ken Thomas. Album ini berisikan 8 track yang uniknya semua berjudul untitled tapi setiap lagu punya subjudul masing2. Yang lebih unik lagi, semua track di album ini bukan dinyanyikan dalam bahasa yang ada di dunia ini, melainkan dalam bahasa buatan band ini, yang mereka sebut Vonlenska yang dalam bahasa Inggris disebut Hopelandic.

Konten album ini semuanya beraliran post rock dengan tambahan aroma ambient yang membuat atmosfer album ini selain menenangkan juga entah kenapa memberikan efek nostalgik masa kecil, mungkin karena beberapa track di album ini memakai musical motif yang ear catching di masa kecil, like the tune from the childhood. Seluruh track di album ini juga saling bersambung tanpa gap antara 1 track dengan track berikutnya, sehingga memberikan kesan seperti concept album. Dari 8 track dalam ini, mungkin track 3 dengan subjudul Samskeyti yang paling ear catching dengan keyboard riff instrumental tanpa vokal yang mengingatkan kita pada musik yang mendukung sebuah scene dalam film atau seperti musik sebuah trailer. Album ini dibuka dengan track yang juga berjudul Untitled, dengan subjudul Vaka, Vaka adalah satu2nya track di album ini yang dirilis sebagai single pada tahun 2003. Vaka membuka album ini dengan musical motif berupa keyboard riff yang diloop sepanjang lagu sebagai background melody ditambah dengan string yang memberi tekstur dasar lagu ini. Track ini juga memperkenalkan bahasa Vonlenska kepada pendengar, yang mereka gunakan untuk seluruh track di album ini. Mungkin track pembuka inilah yang merupakan track terbaik di album ini, setidaknya menurut saya.

Dua lagu penutup album ini, yang total panjangnya hampir 25 menit juga bagian yang layak dihighlight dari album ini. Track 7 dengan subjudul Dauðalagið, atau jika diterjemahkan berarti Lagu Kematian, mempunyai tempo seperti hidup segan mati tak mau, super lambat dengan tempo rata2 tidak sampai 60 bpm didukung dengan suara vokalis Jonsi yang agak teler dengan menyanyikan kata2 nonsens, semakin mencocokkan lagu ini dengan judulnya, eh maksudnya subjudulnya. Track ini tetapi mengandung kejutan dibagian klimaksnya yaitu dengan suara yang tiba2 meledak dengan tempo yang menaik ditambah suara sang vokalis yang melengking dalam falsetto menyanyikan kata2 nonsens yang diulang-ulang tersebut. Album ini ditutup dengan track yang bersubjudul Popplagið, yang berarti Lagu Pop. Track ini memang salah satu yang paling accessible (sesuai dengan subjudulnya) dengan gitar elektrik sedikit meraung seperti musik rock standar, tempo yang upbeat, drum fill yang ngerock, namun tidak meninggalkan karakter post-rock. Sebuah penutup yang cukup epic karena track ini seperti menutup album ini dengan keras dan ngerock, kontras dengan permulaan album yang lembut dan bertempo lambat. Sehingga mendengarkan album ini seperti dibelai pada awalnya, semakin cepat, kemudian dihentakkan pada akhirnya dengan sebuah ending yang climactic.

Overall, album ini mungkin akan terdengar aneh bagi kebanyakan pendengar musik mainstream. Tetapi semakin didengarkan, album ini semakin menunjukkan betapa dalamnya pengalaman mendengarkan track demi track dalam album ini, sehingga pengalaman tersebut hanya dapat dinikmati dan dibayangkan dalam benak. Buat saya, pengalaman yang didapat adalah seperti mengingat masa lalu, dan juga berada di alam terbuka dengan merasakan atmosfer alam liar. Mungkin inilah bentuk musik yang dapat merasuk ke alam pikiran yang memicu alam pikiran berangan-angan akan suasana kedamaian yang dirindukan. Bagaimana dengan anda? So, try listening this album and get the sublime experience.

Rating: 8/10

Sunday, March 8, 2015

Pretensius

Saya pernah dengar orang bilang, "Ia hanyalah seorang musisi medioker dengan karya-karya pretensius."
Atau, "Anda harus menjadi pretensius untuk mencapai karier yang cemerlang. Setidaknya sekali dua kali."
Muncul pertanyaan: Is being pretentious good or bad?; Apakah kita perlu jadi pretensius untuk hidup?
Jika ditilik definisinya, pretensius adalah sebuah kata sifat yang menunjukkan percobaan untuk mengimpresi orang lain dengan menunjukkan bakat/kelebihan/kekuatan lebih dari yang sesungguhnya dimiliki oleh orang tersebut. Lain sudut pandang lain pula pemahaman yang dapat diterima terhadap definisi di atas. Beberapa orang memandang hal tersebut baik untuk kehidupan mereka karena dengan begitu, mereka dapat menjalani hidup dengan lebih sukses sebab mereka telah berhasil membuat orang lain menilai diri mereka secara positif. Good reception means a good carrier, a good carrier means success, success means a good life. Begitu pikir mereka. Mereka adalah kaum optimis, oportunis, bahkan boleh dibilang narsisis jika berlebihan.
Di lain pihak, ada beberapa orang menganggap bahwa menjadi pretensius tidak akan memberikan akibat yang baik bagi orang lain, mereka hanya rajin memperbaiki citra diri mereka tapi sesungguhnya kualitas kemampuan mereka di bawah apa yang mereka tunjukkan. Bagi yang teliti mereka dapat merasakan karya/hasil kerja yang dihasilkan orang pretensius kebanyakan hanyalah karya superfisial yang hanya "terlihat" baik dari luar atau "terasa" baik secara sekilas tetapi sesungguhnya karya tersebut tidak mempunyai kedalaman makna, atau impactnya tidak dapat dirasakan secara luas oleh khalayak ramai atau legacy yang diberikan tidak dirasakan dalam jangka waktu yang panjang. Bagi mereka yang memandang demikian, yang terpenting adalah kualitas sesungguhnya dari diri mereka yang tercermin dalam karya yang mereka hasilkan, atau karya yang dihasilkan mempunyai kedalaman makna dan kualitas, tidak peduli bagaimana orang lain memandang citra diri mereka. Mereka adalah kaum realis, konservatif, dan dalam ekstremitas boleh disebut pesimis.
Lalu apakah dengan menjadi pretensius benar-benar akan membuat seseorang hanya mementingkan resepsi sekilas orang lain terhadap citra dirinya tanpa mementingkan kedalaman makna dalam karya/hasil kerja yang mereka hasilkan? Kenyataannya tidak. Banyak contoh konkret yang telah membuktikan bahwa menjadi pretensius tidak menghalangi seseorang untuk menghasilkan karya yang berkualitas dan memiliki kedalaman makna. Saya ambil contoh grup musik The Beatles. Jangan salah, saya adalah salah satu dari jutaan fans mereka. Buat saya, keempat anggota band tersebut secara individual hanyalah orang-orang pretensius yang mencoba meraih kesuksesan dengan cara mereka sendiri. Pada aslinya, mereka hanyalah empat orang yang mencoba berkarier di dunia musik dengan kemampuan (skill) memainkan instrumen musik yang bisa dibilang hanya sedikit di atas rata-rata. Tetapi motivasi mereka untuk menjadi sukses dan dapat dikenal orang di seluruh dunia menumbuhkan sifat pretensius dalam diri mereka bahwa mereka akan mencapai tujuan mereka tersebut. Contoh lebih detil, George Harrison sebagai seorang gitaris, bukanlah gitaris dengan skill se"dewa" gitaris top lainnya pada masa itu. Skill gitarnya dianggap medioker dibandingkan gitaris handal lainnya seperti Jimi Hendrix, Eric Clapton, atau Keith Richards. Ringo Starr sebagai penabuh drum, skill-nya belum dianggap sehandal Keith Moon, Charlie Watts, atau Mitch Mitchell. Bahkan John Lennon yang hanya berperan sebagai pemetik gitar rhythm sehingga skill memainkan instrumennya kurang terlihat. Tetapi dengan sifat pretensius pada diri mereka, mereka bertransformasi menjadi sekelompok musisi yang paling berpengaruh dan disegani di seluruh dunia. Karya mereka seperti album Revolver  dan Sgt. Pepper's Lonely Hearts Club Band dianggap terlalu pretensius saat baru dirilis karena dianggap terlalu mengandalkan polesan inovasi dalam studio rekaman ketimbang skill bermusik mereka sendiri. Tetapi kembali lagi, sifat pretensius mereka telah mengubah mereka menjadi empat figur musisi paling kharismatik di dunia saat itu, dan melalui kharisma itulah mereka sanggup "menguasai" dan mengarahkan studio rekaman sesuai keinginan mereka, dengan ditambah kejeniusan produser rekaman George Martin mereka dianggap sebagai pemicu kemajuan teknologi dalam industri rekaman saat itu, dan hasilnya lahirlah dua album di atas yang saat ini justru dianggap sebagai album paling berpengaruh sepanjang masa musik populer yang mengubah wajah musik hingga lahirlah musik populer yang kita kenal saat ini.
Jadi, bagaimana kita idealnya menyikapi hal ini? Apakah seharusnya kita tidak pretensius dalam hidup tetapi hanya sekali atau dua kali hanya jika memang sangat diperlukan? Bagaimana menyikapinya tergantung pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing individu. Tidak ada nilai (value) yang benar (true) atau salah (false), sebab kehidupan nyata bukanlah sebuah alam pemrograman yang hanya mengenal nilai (value) positif dan negatif yang absolut, setiap pilihan ideologi yang diambil tentu memiliki nilai positif dan negatif yang bernilai relatif tergantung pada kultur, kepercayaan, dan lingkungan individu tersebut tinggal; Itulah relativisme kehidupan. Sehingga ada satu hal yang pasti, yaitu tidak boleh ada absolutisme dalam menyikapi suatu pilihan dalam pandangan hidup, setuju?

Yogyakarta, 9 Maret 2015