Friday, May 13, 2016
Midnight Special (2016)
Sutradara : Jeff Nichols
Produser : Sarah Green
B. Kavanaugh-Jones
Cerita & Skenario : Jeff Nichols
Dibintangi : Michael Shannon
Joel Edgerton
Kirsten Dunst
Jaeden Lieberher
Adam Driver
Sebagai film fiksi ilmiah/fantasi berbajet rendah, Midnight Special tentu tidak terlalu mengandalkan kecanggihan efek visual dalam penceritaannya. Tapi justru di sinilah letak kekuatan film ini. Sutradara sekaligus penulis cerita Jeff Nichols mengandalkan kekuatan storytelling untuk membuat penontonnya betah mengikuti alur cerita film ini. Premis film ini sebenarnya sederhana: misi penyelamatan seorang anak, Alton (Jaeden Lieberher), dengan kemampuan diluar batas normal oleh orang tua kandungnya, dari kejaran pemimpin sekte (juga orang tua angkat Alton) yang memberhalakan anak tersebut. Di saat yang sama, anak tersebut juga menjadi incaran FBI, karena dapat mengetahui informasi rahasia pemerintah yang hanya disalurkan melalui satelit dengan enkripsi ketat. Lalu timbullah misteri: apa motivasi sang orang tua menyelamatkan Alton? Siapa sebenarnya Alton?
Jeff Nichols mengajak penonton mengupas alasan dibalik misteri-misteri tersebut dengan sabar dan dalam tempo agak lambat. Ia juga menghargai kecerdasan penonton dalam mencerna cerita dalam film, dengan tidak menyuapi penonton apa yang terjadi di dalam film melalui pernyataan yang secara gamblang dikatakan oleh karakternya. Jeff Nichols mengandalkan visual storytelling, itulah yang membuat tampilan tiap scene terasa kuat dan membuat penonton merasa tidak boleh melewatkan satu scene pun dalam film ini, meskipun mungkin bagi beberapa penonton akan terasa membosankan karena tempo penceritaan yang lambat. Oh ya, bicara soal visual storytelling, dalam film ini bahkan ada beberapa scene yang dipengaruhi oleh gaya sutradara legendaris Stanley Kubrick, terutama pada adegan interogasi Alton oleh FBI. Kubrick melegenda karena gaya visual storytelling yang sangat kuat dan banyak mempengaruhi sutradara-sutradara generasi saat ini.
Film ini adalah plot-driven film, film ini menonjolkan alur cerita daripada penokohan dan pendalaman karakter dalam penceritaannya. Mungkin itulah yang membuat beberapa karakter menjadi kurang menarik untuk digali dan terasa hanya menjadi alat untuk memperkuat alur cerita (plot device), berbeda dengan film seperti 10 Cloverfield Lane, yang disamping menyajikan misteri juga menyajikan studi karakter dalam penceritaannya. Meskipun demikian, performa semua aktor/aktris pemeran dalam film ini tidaklah buruk, hanya pas dan tepat untuk memerankan karakter-karakter dalam film ini.
Kesimpulannya, film ini menyajikan ide segar dalam genre fiksi ilmiah dalam hal inovasi storytelling. Jeff Nichols berhasil memadukan fantasi ala sci-fi dengan thriller kejar-kejaran dengan road movie dengan baik. Bagi beberapa penonton yang tidak terbiasa dengan gaya visual storytelling, film ini mungkin akan terasa agak membosankan, karena tempo penceritaan yang agak lambat. Tetapi bagi penonton yang menikmati kekuatan visual dan bagaimana misteri dibangun dan dikupas dengan sabar, film ini akan sangat memuaskan dan akan menghargai kecerdasan film ini. Ending film ini mungkin akan mengecewakan penonton yang telah memasang ekspektasi tinggi pada jawaban terhadap misteri yang disajikan. Tetapi untuk penonton yang menikmati film secara keseluruhan, film ini akan memuaskan.
Nilai saya: 8/10 (B+)
Sunday, May 8, 2016
Another Year (2010)
Sutradara : Mike Leigh
Produser : Georgina Lowe
Cerita & Skenario : Mike Leigh
Dibintangi : Jim Broadbent
Ruth Sheen
Lesley Manville
Kesan pertama yang saya dapatkan setelah menonton film ini adalah: film ini merupakan drama sederhana yang memadukan antara komedi dan tragedi dengan sempurna. Ya, beberapa adegan dalam film ini mengundang tawa oleh joke-joke khas British yang sarkastis, namun disaat bersamaan, secara tersirat ada kesan kemuraman yang terpancar dari film ini. Kemuraman tersebut dapat tercipta karena pendalaman karakter yang baik dipadu dengan performa apik dari para aktor/aktris yang memerankannya.
Another Year adalah drama bertema dewasa yang dikemas dalam plot sederhana namun dengan penokohan yang sangat mendalam. Kira-kira ringkasan plotnya seperti ini: Sepasang suami istri yang telah berkeluarga bahagia selama puluhan tahun dikelilingi orang-orang dekat yang memiliki masalah berat dan pelik dalam jangka waktu satu tahun. Gerri (Ruth Sheen), sang istri, bekerja sebagai konselor psikologi di sebuah rumah sakit. Di tempat kerjanya, ia mempunyai rekan kerja, Mary (Lesley Manville), yang kehilangan arah dalam hidupnya akibat ditinggal oleh suaminya. Mary sudah berteman selama 20 tahun dengan Gerri dan sering berkunjung ke rumah Gerri. Mary menganggap Gerri sebagai teman terdekatnya sekaligus orang yang paling dipercaya untuk mencurahkan isi hatinya. Sang suami, Tom (Jim Broadbent), adalah seorang insinyur geologi yang mempunyai kakak kandung bernama Ronnie (David Bradley). Berbeda jauh dengan Tom, keluarga Ronnie tidaklah bahagia, putra Ronnie satu-satunya, Carl (Martin Savage) bahkan telah pergi meninggalkan keluarganya lebih dari 10 tahun karena menganggap ayahnya bukanlah sosok pemimpin keluarga yang baik. Carl juga menyalahkan ayahnya dalam kematian ibunya, Linda, karena dianggap tidak memperlakukan ibunya dengan baik. Tom juga memiliki seorang kawan lama, Ken (Peter Wight), yang juga kehilangan arah dalam hidupnya karena akan memasuki masa pensiun tanpa istri. Orang-orang dekat tersebut diceritakan bergantian melibatkan keluarga Tom dan Gerri dalam empat musim dalam jangka waktu satu tahun.
Di film ini, sutradara Mike Leigh membuat kita mengapresiasi simpati yang diberikan oleh keluarga Tom dan Gerri kepada orang-orang dekat yang bermasalah tersebut. Di saat yang sama, penokohan yang baik dan mendalam serta performa apik para aktor/aktris sukses membuat kita peduli dan berempati kepada orang-orang yang bermasalah tersebut. Performa Lesley Manville, khususnya, yang memerankan Mary menyajikan sebuah studi karakter dari seseorang yang sangat mendambakan cinta yang lama tak dirasakannya, hingga rasa "desperate" tersebut membuat penonton merasa lucu sekaligus iba terhadap karakter Mary.
Kesimpulannya, drama humanis ini sukses menguji rasa empati penonton tanpa menunjukkan melodrama yang berlebihan, bahkan sedikit bumbu komedi yang diberikan Mike Leigh menciptakan semacam ironi yang mengesankan kemuraman yang sangat mendalam, khusunya pada karakter Mary dalam adegan penutup film ini. Adegan penutup film ini menurut saya "quietly devastating" bagi Mary, dan sangat depressing.
Nilai saya: 8,5/10 (A-)
Subscribe to:
Posts (Atom)